CERITA ADAT BUDAYA JAWA TIMUR
(GUNUNG ARJUNA)
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN IPS DI SD
Yang dibimbing oleh:
Dosen: Drs. H. Suhardi Marli, M.Pd
Disusun Oleh:
Utami Rukmaliani (F 37012031)
Kelas: 4B Reguler A
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah yang berjudul “Cerita
Adat Budaya Jawa Timur (Gunung Arjuna)”.
Dalam
penyusunan Makalah ini saya banyak mendapatkan dukungan, bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Drs.
H. Suhardi Marli, M.Pd, selaku dosen pengajar mata kuliah Pengembangan
Pendidikan IPS di SD.
2. Orang
tua yang mendukung dan memberikan semangat untuk kami.
3. Teman-teman
yang selalu memberikan dukungan kepada kami.
Saya
menyusun Makalah Cerita Adat Budaya Jawa Timur (Gunung Arjuna) ini bertujuan
untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Pengembangan Pendidikan
IPS di SD, serta agar bisa dimanfaatkan ke arah yang lebih baik bagi
pembacanya.
Dalam
penulisan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan yang harus
diperbaiki, maka dari itu saya senantiasa menerima kritikan dan saran dari
pembaca Makalah ini.
Pontianak,
3 April 2015
Utami
Rukmaliani
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
.......................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................... ii
Latar belakang
............................................................................................ 1
Gunung Arjuna
........................................................................................... 2
Pesan Moral
................................................................................................ 6
Daftar Pustaka
........................................................................................... iii
LATAR
BELAKANG
Gunung Arjuna terletak di
Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia. Menurut legenda yang beredar
dikalangan masyarakat setempat. Ketinggian gunung ini dahulu hampir mencapai
langit. Namun, karena tersebab oleh sebuah peristiwa, gunung ini terpotong
sehingga ketinggiannya hanya sekitar 3.339 meter di atas permukaan laut.
Peristiwa apakah yang menyebabkan gunung tersebut
terpotong?
Berikut kisah cerita dari Gunung Arjuna.
GUNUNG
ARJUNA
Alkisah, dalam cerita pewayangan
masyarakat Jawa, dikenal nama Pandawa, yang secara harfiah berarti “Anak
Pandu”. Pandawa adalah putra dari Pandu. Sementara itu, Pandu adalah seorang
Raja yang bertahta di Kerajaan Hastinapura. Prabu Pandu memiliki lima putra
yang semuanya laki-laki. Mereka adalah Yudhistira, Bima, Arjuna, serta si
kembar Nakula dan Sadewa. Mereka semua merupakan saudara seayah karena lahir
dari dua ibu yang berbeda. Yudhistira, Bima, dan Arjuna lahir dari permaisuri
pertama Prabu Pandu yang bernama Kunti, sedangkan Nakula dan Sadewa lahir dari
permaisuri kedua bernama Madri.
Dari kelima Pandawa tersebut,
Arjuna dikenal memiliki kesaktian ilmu yang tinggi dibandingkan dengan
saudara-saudaranya. Nama Arjuna diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti
yang bersinar atau yang bercahaya. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra,
sang Dewa Perang. Sebagai titisan Dewa Indra, Arjuna memiliki ilmu peperangan
yang tinggi. Ia sangat mahir memanah dan sakti mandraguna. Semua kesaktian
tersebut merupakan anugrah dari para Dewa karena ketekunannya bertapa. Namun,
karena belum puas dengan kesaktian yang telah dimilikinya, Arjuna masih sering
melakukan tapa untuk menambah kesaktiannya.
Pada suatu hari, Arjuna pergi
bertapa ke sebuah lereng gunung yang terletak di sebelah barat Batu, Malang.
Suasana di lereng gunung itu sangat cocok untuk bertapa karena wilayah di
sekitarnya merupakan daerah pegunungan yang berudara sejuk dan jauh dari
pemukiman penduduk. Itulah sebabnya, Arjuna memilih tempat itu agar dapat
melaksanakan tapa dengan tenang dan khusyuk.
Setiba di lereng gunung itu, Arjuna
langsung duduk bersila di atas sebuah batu besar seraya memejamkan mata untuk
memusatkan segenap pikirannya. Sesaat kemudian, ia pun terlarut dalam
semedinya. Siang dan malam ia terus bersemedi dengan penuh khusyuk. Terlalu
khusyuknya, tubuh putra ketiga Prabu Pandu itu memancarkan sinar yang memiliki
kekuatan luar biasa. Beberapa saat kemudian, puncak gunung itu tiba-tiba
terangkat ke atas. Semakin lama, puncak gunung itu semakin menjulang tinggi
hingga menyentuh langit dan mengguncang Negeri Kahyangan.
Peristiwa tersebut membuat para
dewa di negeri Kahyangan merasa sangat khawatir. Jika guncangan itu terus
terjadi, maka Negeri Kahyangan akan hancur. Oleh karena itu, mereka segera
bertindak dengan mengutus Batara Narada ke bumi untuk mencari tahu penyebab
guncangan itu. Setelah terbang berputar-putar di angkasa, Ia pun melihat Arjuna
yang sedang bertapa di lereng gunung. Ia pun segera menghampiri dan membujuk
Arjuna untuk menghentikan tapanya.
“Wahai Arjuna, bangunlah!” ujar
Batar Narada, “Jika kamu tidak segera menghentikan tapamu, gunung ini akan
semakin tinggi dan para Dewa di Kahyangan akan celaka.”
Arjuna mendengar sabda Batara
Narada itu, namun karena keangkuhannya ia enggan menghentikan tapanya. Ia
berpikir, jika ia menghentikan tapa itu tentu para Dewa tidak akan memberinya
banyak kesaktian. Sementara itu, Batara Narada yang gagal membujuk Arjuna
segera kembali ke Kahyangan untuk melapor kepada para Dewa. Mengetahui hal itu,
Batara Guru kemudian memerintahkan tujuh bidadari tercantik di Kahyangan untuk
menggoda pemuda tampan itu agar mengakhiri tapanya.
Sesampai di bumi, para bidadari
segera merayu Arjuna dengan berbagai cara. Ada yang merayu dengan suara lembut,
ada yang menari-nari di depannya, ada yang tertawa cekikikan, serta ada pula
yang mencubit dan menggelitiknya. Namun, semua usaha tersebut tetap saja
sia-sia. Akhirnya, mereka kembali ke Kahyangan dengan perasaan kecewa.
Batara Guru yang mengetahui hal itu
segera mengutus para dedemit untuk menakut-nakuti Arjuna. Namun, usaha yang
mereka lakukan juga gagal. Berita tentang kegagalan itu segera mereka laporkan
kepada Batara Guru.
“Ampun, Batara Guru! Kami telah
berusaha dengan berbagai cara namun Arjuna justru semakin khusyuk melakukan
tapanya,” lapor salah satu dememit.
Mendengar laporan itu, Batara Guru
hanya terdiam. Pemimpin para Dewa itu mulai merasa cemas dan putus asa melihat
kelakuan Arjuna. Untungnya, Ia segera teringat kepada Dewa Ismaya yang tak lain
adalah Batara Semar, pengasuh Pandawa yang yang tinggal di Bumi. Ia punmengutus
Batara Narada untuk menemui Batara Semar di Bumi.
“Wahai Batara Semar aku datang
untuk meminta bantuanmu,” kata Batara Narada.
“Apa yang bisa saya bantu , Dewa
Narada?” tanya Batara Semar.
Batara Narada pun menceritakan
bahwa para Dewa Kahyangan sedang dalam bahaya akibat perbuatan Arjuna. Ia juga
menceritakan bahwa sudah berbagai cara yang telah mereka lakukan untuk
menghentikan tapa Arjuna, namun semuanya sia-sia belaka.
“Kamulah satu-satunya harapan para
Dewa di Kahyangan yang bisa membujuk Arjuna agar segera menghentikan tapanya,”
ungkap Batara Narada.
“Baiklah, kalau begitu. Saya akan
berusaha untuk menyadarkan Arjuna,” kata Batara Semar menyanggupi.
Setelah Batara Narada kembali ke
Kahyangan, Batara Semar meminta bantuan kepada Batara Togog untuk melaksanakan
tugas tersebut. Setibanya di lereng gunung tersebut, keduanya langsung
bersemedi untuk menambah kesaktian mereka. Setelah itu, mereka mengubah tubuh
mereka menjadi besar dan kemudian berdiri di sisi gunung yang berbeda. Dengan kesaktiannya,
mereka memotong gunung itu tepat di tengah-tengahnya kemudian melemparkan
bagian atas gunung itu ke arah tenggara. Begitu bagian atas gunung itu terjatuh
ke tanah, terdengarlah suara dentuman yang yang sangat keras disertai dengan
guncangan yang sangat dahsyat.
“Hai, suara apa itu??” gumam Arjuna
yang terbangun dari tapanya.
Baru saja Arjuna selesai bergumam,
tiba-tiba Batara Semar dan Batara Togog datang menghampirinya.
“Kami telah memotong dan
melemparkan puncak gunung ini, Raden,” kata Batara Semar.
“Kenapa, Guru? Gara-gara suara itu
aku terbangun dari tapaku. Tentu para Dewa tidak akan menambah kesaktianku,”
kata Arjuna.
“Maaf, Den! Justru tapamu itu telah
membuat para Dewa menjadi resah. Lagi pula, untuk apalagi kamu meminta banyak
kesaktian? Bukankah sudah cukup dengan kesaktian yang telah kamu miliki saat
ini?” ujar Batara Semar.
“Benar kata Batara Semar, Den!
Raden adalah seorang ksatria yang seharusnya memiliki sifat rendah hati. Apakah
Raden tidak menyadari jika tapa Raden ini bisa mencelakakan banyak orang dan
para Dewa?” imbuh Batara Togog.
Mendengar nasihat tersebut, Arjuna
menjadi sadar dan mengakui semua kesalahannya. Ia juga tidak lupa berterima
kasih kepada Batara Semar dan Batara Togog karena telah menyadarkannya. Setelah
itu, mereka pun segera meninggalkan gunung tersebut.
Sejak itulah, gunung tempat Arjuna
bertapa dinamakan Gunung Arjuna. Sementara itu, potongan gunung yang
dilemparkan oleh Batara Semar dan Batara Togog dinamakan Gunung Wukir yang
terletak di daerah Batu.
PESAN
MORAL
Sifat serakah merupakan sifat tidak
terpuji. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Arjuna yang tidak pernah
merasa puas dengan kesaktian yang dimilikinya. Karena keserakahannya, Arjuna
pun mendapat teguran dari para Dewa.
Selain itu, keutamaan sifat mau
mengakui kesalahan sendiri sebagaimana yang ditunjukkan oleh Arjuna. Dengan
segala kerendahan hati, ia tidak malu mengakui kesalahannya. Bahkan, ia tidak
sungkan untuk berterima kasih kepada Batara Semar dan Batar Togog yang telah
menasehatinya.
DAFTAR PUSTAKA
Samsuni
Balai Melayu. (20 Januari
2009). Cerita Rakyat Nusantara Merajut Kearifan Menjemput Zaman (Online).
(http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/215_Legenda-Gunung-Arjuna.html dikunjungi 20 April 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar