Rabu, 24 Juni 2015

Gunung Arjuna



CERITA ADAT BUDAYA JAWA TIMUR
(GUNUNG ARJUNA)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN IPS DI SD
Yang dibimbing oleh:
Dosen: Drs. H. Suhardi Marli, M.Pd

Disusun Oleh:
Utami Rukmaliani (F 37012031)
Kelas: 4B Reguler A


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2015


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah yang berjudul “Cerita Adat Budaya Jawa Timur (Gunung Arjuna)”.
Dalam penyusunan Makalah ini saya banyak mendapatkan dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
1.    Drs. H. Suhardi Marli, M.Pd, selaku dosen pengajar mata kuliah Pengembangan Pendidikan IPS di SD.
2.    Orang tua yang mendukung dan memberikan semangat untuk kami.
3.    Teman-teman yang selalu memberikan dukungan kepada kami.
Saya menyusun Makalah Cerita Adat Budaya Jawa Timur (Gunung Arjuna) ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Pengembangan Pendidikan IPS di SD, serta agar bisa dimanfaatkan ke arah yang lebih baik bagi pembacanya.
Dalam penulisan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki, maka dari itu saya senantiasa menerima kritikan dan saran dari pembaca Makalah ini.


Pontianak, 3 April 2015

Utami Rukmaliani





DAFTAR ISI
Kata Pengantar  ..........................................................................................   i
Daftar Isi  ...................................................................................................  ii
Latar belakang ............................................................................................  1
Gunung Arjuna ...........................................................................................  2
Pesan Moral ................................................................................................  6
Daftar Pustaka ...........................................................................................  iii



LATAR BELAKANG

Gunung Arjuna terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia. Menurut legenda yang beredar dikalangan masyarakat setempat. Ketinggian gunung ini dahulu hampir mencapai langit. Namun, karena tersebab oleh sebuah peristiwa, gunung ini terpotong sehingga ketinggiannya hanya sekitar 3.339 meter di atas permukaan laut.
Peristiwa apakah yang menyebabkan gunung tersebut terpotong?
Berikut kisah cerita dari Gunung Arjuna.


GUNUNG ARJUNA

Alkisah, dalam cerita pewayangan masyarakat Jawa, dikenal nama Pandawa, yang secara harfiah berarti “Anak Pandu”. Pandawa adalah putra dari Pandu. Sementara itu, Pandu adalah seorang Raja yang bertahta di Kerajaan Hastinapura. Prabu Pandu memiliki lima putra yang semuanya laki-laki. Mereka adalah Yudhistira, Bima, Arjuna, serta si kembar Nakula dan Sadewa. Mereka semua merupakan saudara seayah karena lahir dari dua ibu yang berbeda. Yudhistira, Bima, dan Arjuna lahir dari permaisuri pertama Prabu Pandu yang bernama Kunti, sedangkan Nakula dan Sadewa lahir dari permaisuri kedua bernama Madri.
Dari kelima Pandawa tersebut, Arjuna dikenal memiliki kesaktian ilmu yang tinggi dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Nama Arjuna diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti yang bersinar atau yang bercahaya. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, sang Dewa Perang. Sebagai titisan Dewa Indra, Arjuna memiliki ilmu peperangan yang tinggi. Ia sangat mahir memanah dan sakti mandraguna. Semua kesaktian tersebut merupakan anugrah dari para Dewa karena ketekunannya bertapa. Namun, karena belum puas dengan kesaktian yang telah dimilikinya, Arjuna masih sering melakukan tapa untuk menambah kesaktiannya.
Pada suatu hari, Arjuna pergi bertapa ke sebuah lereng gunung yang terletak di sebelah barat Batu, Malang. Suasana di lereng gunung itu sangat cocok untuk bertapa karena wilayah di sekitarnya merupakan daerah pegunungan yang berudara sejuk dan jauh dari pemukiman penduduk. Itulah sebabnya, Arjuna memilih tempat itu agar dapat melaksanakan tapa dengan tenang dan khusyuk.
Setiba di lereng gunung itu, Arjuna langsung duduk bersila di atas sebuah batu besar seraya memejamkan mata untuk memusatkan segenap pikirannya. Sesaat kemudian, ia pun terlarut dalam semedinya. Siang dan malam ia terus bersemedi dengan penuh khusyuk. Terlalu khusyuknya, tubuh putra ketiga Prabu Pandu itu memancarkan sinar yang memiliki kekuatan luar biasa. Beberapa saat kemudian, puncak gunung itu tiba-tiba terangkat ke atas. Semakin lama, puncak gunung itu semakin menjulang tinggi hingga menyentuh langit dan mengguncang Negeri Kahyangan.
Peristiwa tersebut membuat para dewa di negeri Kahyangan merasa sangat khawatir. Jika guncangan itu terus terjadi, maka Negeri Kahyangan akan hancur. Oleh karena itu, mereka segera bertindak dengan mengutus Batara Narada ke bumi untuk mencari tahu penyebab guncangan itu. Setelah terbang berputar-putar di angkasa, Ia pun melihat Arjuna yang sedang bertapa di lereng gunung. Ia pun segera menghampiri dan membujuk Arjuna untuk menghentikan tapanya.
“Wahai Arjuna, bangunlah!” ujar Batar Narada, “Jika kamu tidak segera menghentikan tapamu, gunung ini akan semakin tinggi dan para Dewa di Kahyangan akan celaka.”
Arjuna mendengar sabda Batara Narada itu, namun karena keangkuhannya ia enggan menghentikan tapanya. Ia berpikir, jika ia menghentikan tapa itu tentu para Dewa tidak akan memberinya banyak kesaktian. Sementara itu, Batara Narada yang gagal membujuk Arjuna segera kembali ke Kahyangan untuk melapor kepada para Dewa. Mengetahui hal itu, Batara Guru kemudian memerintahkan tujuh bidadari tercantik di Kahyangan untuk menggoda pemuda tampan itu agar mengakhiri tapanya.
Sesampai di bumi, para bidadari segera merayu Arjuna dengan berbagai cara. Ada yang merayu dengan suara lembut, ada yang menari-nari di depannya, ada yang tertawa cekikikan, serta ada pula yang mencubit dan menggelitiknya. Namun, semua usaha tersebut tetap saja sia-sia. Akhirnya, mereka kembali ke Kahyangan dengan perasaan kecewa.
Batara Guru yang mengetahui hal itu segera mengutus para dedemit untuk menakut-nakuti Arjuna. Namun, usaha yang mereka lakukan juga gagal. Berita tentang kegagalan itu segera mereka laporkan kepada Batara Guru.
“Ampun, Batara Guru! Kami telah berusaha dengan berbagai cara namun Arjuna justru semakin khusyuk melakukan tapanya,” lapor salah satu dememit.
Mendengar laporan itu, Batara Guru hanya terdiam. Pemimpin para Dewa itu mulai merasa cemas dan putus asa melihat kelakuan Arjuna. Untungnya, Ia segera teringat kepada Dewa Ismaya yang tak lain adalah Batara Semar, pengasuh Pandawa yang yang tinggal di Bumi. Ia punmengutus Batara Narada untuk menemui Batara Semar di Bumi.
“Wahai Batara Semar aku datang untuk meminta bantuanmu,” kata Batara Narada.
“Apa yang bisa saya bantu , Dewa Narada?” tanya Batara Semar.
Batara Narada pun menceritakan bahwa para Dewa Kahyangan sedang dalam bahaya akibat perbuatan Arjuna. Ia juga menceritakan bahwa sudah berbagai cara yang telah mereka lakukan untuk menghentikan tapa Arjuna, namun semuanya sia-sia belaka.
“Kamulah satu-satunya harapan para Dewa di Kahyangan yang bisa membujuk Arjuna agar segera menghentikan tapanya,” ungkap Batara Narada.
“Baiklah, kalau begitu. Saya akan berusaha untuk menyadarkan Arjuna,” kata Batara Semar menyanggupi.
Setelah Batara Narada kembali ke Kahyangan, Batara Semar meminta bantuan kepada Batara Togog untuk melaksanakan tugas tersebut. Setibanya di lereng gunung tersebut, keduanya langsung bersemedi untuk menambah kesaktian mereka. Setelah itu, mereka mengubah tubuh mereka menjadi besar dan kemudian berdiri di sisi gunung yang berbeda. Dengan kesaktiannya, mereka memotong gunung itu tepat di tengah-tengahnya kemudian melemparkan bagian atas gunung itu ke arah tenggara. Begitu bagian atas gunung itu terjatuh ke tanah, terdengarlah suara dentuman yang yang sangat keras disertai dengan guncangan yang sangat dahsyat.
“Hai, suara apa itu??” gumam Arjuna yang terbangun dari tapanya.
Baru saja Arjuna selesai bergumam, tiba-tiba Batara Semar dan Batara Togog datang menghampirinya.
“Kami telah memotong dan melemparkan puncak gunung ini, Raden,” kata Batara Semar.
“Kenapa, Guru? Gara-gara suara itu aku terbangun dari tapaku. Tentu para Dewa tidak akan menambah kesaktianku,” kata Arjuna.
“Maaf, Den! Justru tapamu itu telah membuat para Dewa menjadi resah. Lagi pula, untuk apalagi kamu meminta banyak kesaktian? Bukankah sudah cukup dengan kesaktian yang telah kamu miliki saat ini?” ujar Batara Semar.
“Benar kata Batara Semar, Den! Raden adalah seorang ksatria yang seharusnya memiliki sifat rendah hati. Apakah Raden tidak menyadari jika tapa Raden ini bisa mencelakakan banyak orang dan para Dewa?” imbuh Batara Togog.
Mendengar nasihat tersebut, Arjuna menjadi sadar dan mengakui semua kesalahannya. Ia juga tidak lupa berterima kasih kepada Batara Semar dan Batara Togog karena telah menyadarkannya. Setelah itu, mereka pun segera meninggalkan gunung tersebut.
Sejak itulah, gunung tempat Arjuna bertapa dinamakan Gunung Arjuna. Sementara itu, potongan gunung yang dilemparkan oleh Batara Semar dan Batara Togog dinamakan Gunung Wukir yang terletak di daerah Batu.


PESAN MORAL

Sifat serakah merupakan sifat tidak terpuji. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Arjuna yang tidak pernah merasa puas dengan kesaktian yang dimilikinya. Karena keserakahannya, Arjuna pun mendapat teguran dari para Dewa.
Selain itu, keutamaan sifat mau mengakui kesalahan sendiri sebagaimana yang ditunjukkan oleh Arjuna. Dengan segala kerendahan hati, ia tidak malu mengakui kesalahannya. Bahkan, ia tidak sungkan untuk berterima kasih kepada Batara Semar dan Batar Togog yang telah menasehatinya.


DAFTAR PUSTAKA
Samsuni
Balai Melayu. (20 Januari 2009).  Cerita Rakyat Nusantara Merajut Kearifan Menjemput Zaman (Online). (http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/215_Legenda-Gunung-Arjuna.html dikunjungi 20 April 2015)
 



Tidak ada komentar: